Paska penetapan Hasil Rekapitulasi Suara Pemilihan Umum (Pemilu) Tingkat Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada S...
Paska penetapan Hasil Rekapitulasi Suara Pemilihan Umum (Pemilu) Tingkat Nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada Selasa (21/5/2019) dini hari, kawasan gedung KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terlihat dijaga ketat oleh puluhan ribu petugas gabung dari Polri dan TNI . Tidak hanya penjagaan yang rapat, akses jalan menuju kedua lembaga penyelenggara Pemilu itu terlihat ditutup Kepolisian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, personel tersebut disiapkan bila dibutuhkan situasi tertentu. TNI-Polri terus memastikan keamanan setelah selesai pengumuman suara rekapitulasi Pemilu.
"TNI-Polri terus menjamin keamanan sampai dengan pasca pengumuman ini ditunggu sampai 3 hari, hingga tanggal 25 Mei. Apabila tidak ada gugatan ke MK maka dari KPU akan memutuskan hasilnyan," ujar Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Untuk menciptakan suasana kondusif, kepolisian di tingkat daerah turut dikerahkan. Polda penyangga Ibukota Jakarta akan mitigasi pergerakan masa. Seperti Polda Jawa Barat dan Banten. Guna melakukan sekat-sekat dalam rangka memitigasi dan mengantisiapsi gelombang masa yang memanfaatkan momentum ini.
"Dengan kesiapan anggota TNI-Polri dalam pengamanan ini diharapkan masyarakat Jakarta tetap menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Insya Allah berjalan aman. Kita akan terus memonitor berapa jumlah masa yang datang ke Jakarta," kata Dedi.
Pihaknya memperkirakan jumlah masa yang akan melakukan aksi di Jakarta sebanyak 1.500 orang. Ia memastikan aksi akan berjalan aman. Pihaknya tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan pengumuman hasil pemilu. "Sampai dengan hari ini tidak terlalu banyak tapi kita terus mengimbau, masyarakat tetap bersabar mengikuti semua mekanisme konstitusional," jelas Dedi.
Berdasarkan pantaun INDOPOS, rekayasa pertama terlihat diberlakukan kawasan sekitar gedung KPU di Jalan Imam Bonjol, tepatnya mulai dari Sang Mess Bank Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat. Akses jalan, baik dari arah Menteng menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI) ataupun sebaliknya ditutup total.
Barikade beton yang baru tiba datang segera ditempatkan menutupi badan jalan. Begitu juga dengan kawat berduri yang terpasang pada sejumlah titik, seperti akses masuk Jalan Imam Bonjol mengarah ke Jalan Hos Cokroaminoto, ataupun Sang Jalan Imam Bonjol dari arah Bundaran HI. Petugas Kepolisian dan TNI pun berjaga-jaga.
Pagar kawat berduri tersebut melengkapi barikade yang dibangun polisi di sisi Jalan Imam Bonjol, tepatnya mulai dari Sang Mess Bank Indonesia hingga gerbang masuk Gedung KPU. Melengkapi rapatnya pertahanan, puluhan anggota polisi bersenjata api laras panjang terlihat bersiaga di sekitar Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Polisi juga menyiagakan kendaraan taktis Barracuda dan dua unit kendaraan water cannon persis di depan gedung KPU. Sejumlah mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran juga terlihat bersiaga di sepanjang Jalan Imam Bonjol atau sekitar 50 meter dari gerbang KPU.
Kondisi serupa juga terlihat di kantor Bawaslu. Jalan MH Thamrin yang mengarah dari Bundaran HI hingga Jalan Kebon Sirih ditutup total. Pada bagian depan gedung Bawaslu terlihat puluhan anggota polisi bersenjata api laras panjang bersiaga, berdampingan dengan kendaraan taktis mereka.
Terkait rekayasa lalu lintas tersebut kondisi Jalan MH Thamrin dari arah Monas menuju Bundaran HI Terlihat padat merayap, kemacetan terlihat mengular hingga Istana Negara. Berbanding terbalik dengan kondisi jalan sebaliknya yang kosong lengang.
Aksi unjuk rasa yang digelar di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Selasa (21/5/2019) siang, kian melebar. Massa yang semula hanya memenuhi Jalan MH Thamrin dari arah Bundaran Hotel Indonesia menuju Monas kini menutup seluruh ruas jalan.
Kondisi tersebut terlihat pada pukul 14.00 hingga pukul 21.00. Seiring dengan semakin ramainya massa berdatangan, pihak Kepolisian yang semula membuka Jalan MH Thamrin dari arah Monas menuju Bundaran HI akhirnya menyerah. Mereka kemudian menutup seluruh ruas Jalan MH Thamrin mulai dari Sang Kebon Sirih hingga Bundaran HI.
Keputusan tersebut nyatanya tepat. Hanya berselang beberapa menit kemudian, massa yang tergabung dalam berbagai daerah itu terlihat datang bersusulan. Mereka memenuhi area trotoar mulai dari depan Kantor Bawaslu maupun kawasan Sarinah.
Sementara, massa yang terkonsentrasi di Pos Polisi Sarinah terlihat melebarkan spanduk yang bertuliskan 'Tolak Pemilu Curang'. Beberapa perempuan yang ikut serta dalam barisan pun terlihat berkeliling membagikan bunga tanda damai.
Selain berorasi tentang dugaan kecurangan pemilu yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka pun menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Lagu tersebut ditujukan kepada Bawaslu, Kepolisian dan TNI agar mereka dapat bekerja secara profesional menegakkan kejujuran.
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti soal gerakan kedaulatan rakyat pada 22 Mei itu. Bertepatan dengan penghitungan suara resmi Pilpres 2019 oleh KPU. Hal itu dianggap tak ada masalah secara konstitusi sepanjang dilakukan secara damai dan tidak melanggar hukum. "Iya memang begitu. Saya bicara dari standar konstitusinya. Sepanjang hanya menyampaikan pendapat, tidak mau menggulingkan pemerintahan yang sah. Tidak apa apa," beber Refly Harun.
Perlu diingat bahwa jika ada aspek keamanan, mengganggu ketertiban umum, apalagi merusak, tentu itu merupakan pelanggaran hukum. "Kebebasan menyampaikan pendapat nya oke, sepanjang tidak melanggar hukum," jelasnya.
Hal itu juga sudah tertulis dalam Undang-Undang Dasar 19945 pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia.
Hal serupaka dikatakan, Jimly Asshidiqie selaku Pakar hukum tata negara menyebutkan, bahwa menyampaikan pendapat dimuka umum bagian dari kebebasan berkumpul yang dilindungi oleh konstitusi. "Ya, saya setuju begitu penjelasannya," ucap Pakar hukum tata negara Jimly Asshidiqie saat dikonfirmasi secara terpisah.
Sementara itu, mengenai rekonsiliasi menurut Jimly. Sebaiknya setelah tuntas putusan MK karena perkaranya pasti bnyak. Bukan hanya soal Pilpres tapi juga sengketa Pemilihan Legislatif yang melibatkan semua partai politik. "Setelah itu baru kita kembangkan agenda rekonsiliasi. Mungkn khusus untuk pilpres kita dorong agar Prabowo bersedia bertemu dengan Jokowi secepanya setelah pasti keputusan KPU bersifat final," kata Jimly.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, personel tersebut disiapkan bila dibutuhkan situasi tertentu. TNI-Polri terus memastikan keamanan setelah selesai pengumuman suara rekapitulasi Pemilu.
"TNI-Polri terus menjamin keamanan sampai dengan pasca pengumuman ini ditunggu sampai 3 hari, hingga tanggal 25 Mei. Apabila tidak ada gugatan ke MK maka dari KPU akan memutuskan hasilnyan," ujar Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Untuk menciptakan suasana kondusif, kepolisian di tingkat daerah turut dikerahkan. Polda penyangga Ibukota Jakarta akan mitigasi pergerakan masa. Seperti Polda Jawa Barat dan Banten. Guna melakukan sekat-sekat dalam rangka memitigasi dan mengantisiapsi gelombang masa yang memanfaatkan momentum ini.
"Dengan kesiapan anggota TNI-Polri dalam pengamanan ini diharapkan masyarakat Jakarta tetap menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Insya Allah berjalan aman. Kita akan terus memonitor berapa jumlah masa yang datang ke Jakarta," kata Dedi.
Pihaknya memperkirakan jumlah masa yang akan melakukan aksi di Jakarta sebanyak 1.500 orang. Ia memastikan aksi akan berjalan aman. Pihaknya tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan pengumuman hasil pemilu. "Sampai dengan hari ini tidak terlalu banyak tapi kita terus mengimbau, masyarakat tetap bersabar mengikuti semua mekanisme konstitusional," jelas Dedi.
Berdasarkan pantaun INDOPOS, rekayasa pertama terlihat diberlakukan kawasan sekitar gedung KPU di Jalan Imam Bonjol, tepatnya mulai dari Sang Mess Bank Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat. Akses jalan, baik dari arah Menteng menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI) ataupun sebaliknya ditutup total.
Barikade beton yang baru tiba datang segera ditempatkan menutupi badan jalan. Begitu juga dengan kawat berduri yang terpasang pada sejumlah titik, seperti akses masuk Jalan Imam Bonjol mengarah ke Jalan Hos Cokroaminoto, ataupun Sang Jalan Imam Bonjol dari arah Bundaran HI. Petugas Kepolisian dan TNI pun berjaga-jaga.
Pagar kawat berduri tersebut melengkapi barikade yang dibangun polisi di sisi Jalan Imam Bonjol, tepatnya mulai dari Sang Mess Bank Indonesia hingga gerbang masuk Gedung KPU. Melengkapi rapatnya pertahanan, puluhan anggota polisi bersenjata api laras panjang terlihat bersiaga di sekitar Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Polisi juga menyiagakan kendaraan taktis Barracuda dan dua unit kendaraan water cannon persis di depan gedung KPU. Sejumlah mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran juga terlihat bersiaga di sepanjang Jalan Imam Bonjol atau sekitar 50 meter dari gerbang KPU.
Kondisi serupa juga terlihat di kantor Bawaslu. Jalan MH Thamrin yang mengarah dari Bundaran HI hingga Jalan Kebon Sirih ditutup total. Pada bagian depan gedung Bawaslu terlihat puluhan anggota polisi bersenjata api laras panjang bersiaga, berdampingan dengan kendaraan taktis mereka.
Terkait rekayasa lalu lintas tersebut kondisi Jalan MH Thamrin dari arah Monas menuju Bundaran HI Terlihat padat merayap, kemacetan terlihat mengular hingga Istana Negara. Berbanding terbalik dengan kondisi jalan sebaliknya yang kosong lengang.
Aksi unjuk rasa yang digelar di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Selasa (21/5/2019) siang, kian melebar. Massa yang semula hanya memenuhi Jalan MH Thamrin dari arah Bundaran Hotel Indonesia menuju Monas kini menutup seluruh ruas jalan.
Kondisi tersebut terlihat pada pukul 14.00 hingga pukul 21.00. Seiring dengan semakin ramainya massa berdatangan, pihak Kepolisian yang semula membuka Jalan MH Thamrin dari arah Monas menuju Bundaran HI akhirnya menyerah. Mereka kemudian menutup seluruh ruas Jalan MH Thamrin mulai dari Sang Kebon Sirih hingga Bundaran HI.
Keputusan tersebut nyatanya tepat. Hanya berselang beberapa menit kemudian, massa yang tergabung dalam berbagai daerah itu terlihat datang bersusulan. Mereka memenuhi area trotoar mulai dari depan Kantor Bawaslu maupun kawasan Sarinah.
Sementara, massa yang terkonsentrasi di Pos Polisi Sarinah terlihat melebarkan spanduk yang bertuliskan 'Tolak Pemilu Curang'. Beberapa perempuan yang ikut serta dalam barisan pun terlihat berkeliling membagikan bunga tanda damai.
Selain berorasi tentang dugaan kecurangan pemilu yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka pun menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Lagu tersebut ditujukan kepada Bawaslu, Kepolisian dan TNI agar mereka dapat bekerja secara profesional menegakkan kejujuran.
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyoroti soal gerakan kedaulatan rakyat pada 22 Mei itu. Bertepatan dengan penghitungan suara resmi Pilpres 2019 oleh KPU. Hal itu dianggap tak ada masalah secara konstitusi sepanjang dilakukan secara damai dan tidak melanggar hukum. "Iya memang begitu. Saya bicara dari standar konstitusinya. Sepanjang hanya menyampaikan pendapat, tidak mau menggulingkan pemerintahan yang sah. Tidak apa apa," beber Refly Harun.
Perlu diingat bahwa jika ada aspek keamanan, mengganggu ketertiban umum, apalagi merusak, tentu itu merupakan pelanggaran hukum. "Kebebasan menyampaikan pendapat nya oke, sepanjang tidak melanggar hukum," jelasnya.
Hal itu juga sudah tertulis dalam Undang-Undang Dasar 19945 pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia.
Hal serupaka dikatakan, Jimly Asshidiqie selaku Pakar hukum tata negara menyebutkan, bahwa menyampaikan pendapat dimuka umum bagian dari kebebasan berkumpul yang dilindungi oleh konstitusi. "Ya, saya setuju begitu penjelasannya," ucap Pakar hukum tata negara Jimly Asshidiqie saat dikonfirmasi secara terpisah.
Sementara itu, mengenai rekonsiliasi menurut Jimly. Sebaiknya setelah tuntas putusan MK karena perkaranya pasti bnyak. Bukan hanya soal Pilpres tapi juga sengketa Pemilihan Legislatif yang melibatkan semua partai politik. "Setelah itu baru kita kembangkan agenda rekonsiliasi. Mungkn khusus untuk pilpres kita dorong agar Prabowo bersedia bertemu dengan Jokowi secepanya setelah pasti keputusan KPU bersifat final," kata Jimly.
Kuliah Beasiswa...?? Klik Disini
Gambar : indopos.co.id
Sumber : indopos.co.id
Tidak ada komentar